Urip kui Sawang Sinawang

Fase fase awal kehidupan pasca kampus seperti ini memang kecenderungannya memunculkan kegalauan. Saya katakan kecenderungan karena banyak yang merasakan seperti saya, pun juga orang orang disekitar saya.

Bila saya amati teman teman kampus, Setelah lulus dengan predikat yang memuaskan, atau mungkin lebih kemudian dapat bekerja di instansi yang dulu diimpikan, nampaknya bukan jaminan akan nyaman atau cocok dengan pilihannya itu. Terlebih beberapa teman yang kurang beruntung sehingga tidak dapat bekerja di instansi yang diinginkan, mungkin semakin tidak nyaman dengan kondisinya tersebu.

Namun, bisa jadi justru sebagian dari kita yang dianggap kurang beruntung tersebut mendapatkan kenyamanan hidup yang tidak dapat didapatkan jika kita bekerja di instansi yang dahulu kita inginkan. Bisa jadi dengan "kegagalan tersebut" kita mendapat peluang peluang kebaikan yang tidak dapat kita dapatkan ketika kita bekerja di instansi yang dulu kita inginkan. Dapat berwiraswasta dan membuka lapangan kerja misalnya, atau bergabung di Ormas atau LSM yang dapat membantu menyelesaikan masalah masyarakat misalnya, atau berbakti mengurus orang tua yang sedang sakit, dan masih banyak kemungkinan peluang kebaikan lainnya.

Kalau kata orang Jawa, "urip iku sawang sinawang". Susah cari padan kata sawang sinawang di bahasa Indonesia. Kita itu cenderung senang membandingkan kehidupan kita dengan orang lain. Dan parahnya, kita kecenderungannya merasa rumput tetangga lebih hijau dari rumput sendiri. Rasanya zaman sekarang sangat sedikit orang yang merasa sangat bersyukur dengan kehidupannya. Sehingga rata rata orang ingin menjadi seperti si X misalnya yang punya banyak waktu luang, atau seperti si Y misalnya yang punya kebebasan finansial. atau seperti si Z misalnya yang punya anak sholeh dan berbakti dengan orang tua. Ya, hidup itu memang "sawang sinawang".

Memahami Galau

Opini pribadi tentang istilah "Galau"

Kegalauan yang dirasakan seseorang bisa jadi menunjukkan seseorang sedang berfikir, bisa jadi berfikir tentang masa depan, berfikir tentang dakwah dan islam.
Kegalauan juga bisa jadi menunjukkan bahwa seseorang tersebut adalah orang yang peduli dengan perasaan orang lain, karena kegalauan sering pula terjadi karena memikirkan perasaan orang lain.

Sehingga, kegalauan tidak selalu merupakan hal yang negatif, bisa jadi kegalauan adalah suatu proses bahwa kita sedang berkembang menjadi lebih baik. Karena galau dapat pula terjadi karena kita memikirkan tentang masa depan kita yang lebih baik, bahkan bisa pula memikirkan masa depan ummat Islam yang lebih baik. Bila demikian, tidak ada salahnya menjadi galau, atau dalam kata lain, galau dalam kebaikan, hehe.

Alasan listrik PLN mati

Curhat Tukang Listrik bagian 3

"Tulisan ini sedikit menjelaskan mengapa listrik terkadang tiba tiba mati tanpa pemberitahuan"

Sejak menjadi bagian dari perusahaan listrik plat merah ini, rasanya listrik dan perusahaan ini sudah menjadi bagian dari diri saya. Ketika perusahaan ini dicaci maki, ketika dinggap sarang korupsi, atau ketika listrik mati. Duh, rasanya bernafas saja rasanya menjadi kurang nyaman. Rasanya serba tidak nyaman dan merasa bersalah. Ketika listrik mati, entah berapa ratus kali telepon di kantor PLN berdering, dan ketika diangkat entah berapa jenis kata kata kotor atau penduduk kebun binatang yang dipanggil. Astagfirullah, ujian kesabaran memang.

Kalaupun sedang tidak piket, atau bahkan sedang tidak berada di daerah kerja saya, ketika pulang ke rumah misalnya. Kemudian listrik mati, walaupun seharusnya tidak ada hubungan langsung apalagi tanggungjawab saya tapi rasanya tetap tidak nyaman dan penuh rasa bersalah. Entah kenapa, sering kali ketika melihat ada daerah yang sedang mati listrik, rasanya sangat tidak nyaman bahkan hanya untuk sekedar bernafas. Agak lebay mungkin bagian ini, tapi rasanya memang demikian.

Mungkin memang banyak orang yang merasa terganggu bila listrik mati, namun sebenarnya PLN lebih merasa terganggu daripada orang orang tersebut. PLN ada karena mau jualan listrik, kalau listrik mati ya PLN tidak dapat jualan listrik, tidak ada yang dijual brarti tidak ada pemasukan ke perusahaan, simple nya seperti itu. Ketika listrik mati, maka petugas PLN akan dipusingkan mencari penyebab gangguan untuk menyalakan kembali daerah yang padam. Mencari penyebab pemadaman dilakukan dengan menyusuri jaringan listrik untuk melihat kejanggalan yang ada. Mungkin ada ranting yang menyentuh jaringan, atau layang layang tersangkut, atau bahkan ada peralatan yang rusak. Kemudian kalaupun terpaksa harus padam, karena perbaikan atau gangguan tidak dapat segera dihilangkan, maka diupayakan daerah yang padam dapat seminimal mungkin.

Pengalaman Lucu di Tana Toraja

Menjadi Musafir di Pulau Sulawesi bagian 5

Berkesempatan untuk tinggal bebapa bulan di Sulawesi Selatan, sayang rasanya kalau tidak mengunjungi Tana Toraja. Toraja adalah nama Suku, sekaligus juga kota. Ada apa disana? intinya cuman lihat kuburan, lihat mayat mayat manusia yang berserakan dimana mana, tapi yang banyak terlihat berserakan sih yang sudah tinggal tulang belulang. Mayat mayat yang usianya sudah lebih dari 20 tahun. Budaya yang cukup aneh menurut saya, bukan unik lho ya.... aneh. Mayat keluarga mereka tidak dikubur, namun hanya dibalsem dan dimasukkan ke dalam peti dan diletakkan di dalam goa. Jadi kalau peti yang terbuat dari kayu itu rusak, ya jangan salahkan si mayat kalau dia nongol muncul berserakan di sepanjang jalan. BIla di Jawa, melihat sepotong kecil tulang di kuburan rasanya sudah ngeri banget, namun di Tana Toraja, melihat tengkorak manusia berjajar rasanya biasa saja. Yang lebih aneh lagi, mengapa mereka begitu nyamannya "mengeksploitasi" mayat leluhur mereka untuk meraup rupiah, dengan menjadikan makam leluhurnya sebagai objek wisata. Bagi kita yang muslim tentu hal seperti ini adalah hal yang sangat tidak biasa.

PLN ulang tahun ya?


Curhat tukang listrik bagian 2

 "Sedikit menjelaskan tentang biaya pasang baru listrik"


Di suatu siang di salah satu kantor pelayanan pelangan PLN. Seorang bapak dengan pakaian lusuh yang sepertinya habis dari ladang terlihat ikut antri dengan beberapa orang lain yang hendak meminta/mendaftar pelayanan dari PLN. Nampak sekali sisa lumpur di baju dan sendal yang dipakainya. Setelah lama mengantri akhirnya namanya dipanggil, dan dengan penuh antusias bapak tersebut bertanya kepadan petugas PLN.

Bapak : Pak, PLN lagi ulang tahun ya?

Petugas PLN : Ndak pak, memang kenapa?

Bapak : Sampai kapan daftar bayar listrik murah seperti ini?, saya sekarang belum ada uang, boleh ndak saya daftar dulu, mumpung murah. Nanti kalau saya sudah ada uang saya lunasin

Petugas PLN : Ndak lagi ulang tahun pak, memang harganya selalu seperti ini. Asalkan bapak daftar sesuai prosedur PLN biayanya ya seperti ini saja.

Bapak : Ya sudah pak trimakasih, saya kumpulkan uang dulu untuk daftar listrik.

Ngomongin Nikah

Beberapa bulan terahir entah mengapa nikah seolah menjadi topik wajib yang harus dibicarakan ketika chatting dengan teman lama. Baik itu teman di Kampus, atau teman waktu sekolah dahulu.  Topik ini selalu saja menarik untuk dibicarakan padahal pertanyaan nya selalu standar dan itu itu saja, “gimana sudah nikah belum?”, “rencana kapan nikah?”, dan pertanyaan sejenisnya.
Ketika habis topik yang pengen dibicarakan ketika chatting, dan bingung mau ngobrolin apa, maka topik tentang nikah menjadi hot topik yang selalu saja membuat obrolan menjadi hangat. Tidak jarang topik ini membuatku tertawa terbahak bahak ketika mendengar celoteh dari teman teman lama yang asik membicarakan nikah.
Namun ternyata topik ini memang benar benar topik pererat ukhuwah. Teman yang mungkin agak pendiam dan jarang berkomunikasi dapat menjadi sangat “exited” ketika membicarakan topik ini. Dan tidak seperti beberapa topik lain, topik ini cenderung tidak mudah menyinggung perasaan orang lain.

Kapan mi masuk listrik?

Curhat Tukang Listrik bagian 1

Seorang anak kecil yang lugu dengan pakaian SD nya mendatangiku dan menanyakan pertanyaan itu. Di Sulawesi Selatan, rumpun bahasa di sini (Bugis, Makassar, Toraja) mengunakan kata “mi”, “ki” atau “ji” di sela atau akhir kalimat. Misal : “Sudah makan ki?”, “harganya sudah pas ji”, hampir setiap bicara selalu menggunakan potongan kata “mi”, “ki” atau “ji” tidak pernah terlupa.

Siang itu kami ikut pekerjaan pemasangan tiang JTM. JTM adalah Jaringan Tegangan Menengah, kalau di Indonesia (PLN) memakai tegangan 20.000 V. JTM ini yang digunakan untuk mendistribusikan listrik ke pelanggan sebelum nantinya diturukan menjadi 220 V dan dinikmati pelanggan. Bila suatu daerah tidak kita temukan JTM maka hanya ada 2 kemungkinan pertama adalah daerah tersebut belum dapat menikmati listrik PLN sejak Indonesia Merdeka atau terpaksa menggunakan JTR (Jaringan Tegangan Rendah) untuk mengalirkan listrik. Karena mendistribusikan listrik menggunakan tegangan rendah (220 V) maka tentu kualitas nya akan jelek terutama untuk jarak yang cukup jauh (>400m).
Untuk kasus yang kami kerjakan kemarin, beberapa rumah sudah “terpaksa” menggunakan JTR sepanjang lebih dari 2 km untuk mendapatkan listrik. Namun ada beberapa rumah yang belum mendapat listrik.

Pertanyaan anak kecil itu begitu dalam bagiku, “kapan mi masuk listrik?” dengan logat bugis yang kental dan penuh harap anak itu bertanya kepadaku. Tentu dia berharap listrik di daerahnya segera “ lancar” sehingga dia dan tetangganya dapat menikmati listrik dengan kualitas yang lebih baik juga membuat beberapa rumah yang belum mendapat sambungan listrik dapat mendapatkanya.

Pernikahan Bugis dan Uang Naik (Panai')

Menjadi Musafir di Pulau Sulawesi bagian 4

Pakaian adat Sulawesi Selatan
Tidak seperti daerah lain yang menggunakan mahar sebagai salah satu syarat pernikahan. Di Bugis selain Mahar ada uang naik (panai') yang harus disipakan ketika sebelum memutuskan untuk menikah.
Uang panai' ini adalah sejumlah uang yang diberikan oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita yang akan digunakan untuk keperluan mengadakan pesta pernikahan dan belanja pernikahan lainnya. Uang panai' ini tidak terhitung sebagai mahar penikahan melainkan sebagai uang adat namun terbilang wajib dengan jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak atau keluarga.

Uang panai' untuk menikahi wanita bugis-makassar terkenal tidak sedikit jumlahnya. Dari informasi yang saya terima tingkat strata sosial wanita serta tingkat pendidikannya biasanya menjadi standar dalam penentuan jumlah uang naik. Jadi, jika calon mempelai wanita adalah keturunan darah biru (biasanya namanya ada Andi nya), maka uang naiknya akan berpuluh-puluh juta. Begitupun jika tingkat pendidikan calon mempelai wanita adalah S1, S2, atau Kedokteran, maka akan berlaku hal yang sama.

Rumah Bugis Dapat Dipindah

Menjadi Musafir di Pulau Sulawesi bagian 3

Di Sulawesi Selatan, sebagian besar rumah nya adalah rumah adat. Rumah adat Suku Bugis disebut rumah panggung, terbuat dari kayu dan dipanggung, tidak bersentuhan langsung dengan tanah.

Saya pernah bertanya kepada penduduk setempat, kenapa membuat rumahnya kok dipanggung, tidak diatas tanah langsung. Ternyata beliau belum bisa menjawabnya, ya hanya dijawab dengan ini adat mas. Tidak seperti di Jawa yang rumah rumah Joglo sudah semakin ditinggalkan, di Bugis rumah panggung justru menjadi primadona dan status sosial. Ketika seseorang mampu mendirikan rumah panggung yang bagus, besar dan terbuat dari kayu ulin, jenis kayu yang sangat keras, maka status sosialnya di masyarakat sekitarnya akan meningkat.

Membuat rumah adat bugis dengan kayu ulin memang sangat mahal, saat ini biayanya bisa mencapai milyaran rupiah, bagaimana tidak, jumlah kayu ulin yang semakin terbatas, dan penebangan liar yang semakin dibatasi pemerintah membuat usaha dan biaya untuk mendapatkan kayu jenis ini sangat besar. Sehingga rata rata rumah panggung yang baru dibangun tidak menggunakan kayu ulin, walau dari segi kualitas dan daya tahan belum ada kayu yang menandingi kualitas kayu ulin, begitu cerita salah seorang bapak di kantor tempat kami mengais rejeki.

Suku Bugis Sangat Menghargai Pendatang

Menjadi Musafir di Pulau Sulawesi Bagian 2

Suatu ketika kami sekontrakan memberikan sebungkus kue yang dibeli di pinggir jalan kepada tetangga sebelah kontrakan yang kebetulan adalah rekan kerja di kantor tempat kami sekontrakan mengais rupiah. Beberapa hari kemudian kami dibalas dengan undangan makan makan besar yang benar benar besar. Kami jadi merasakan beberapa makanan khas Bugis yang cukup aneh mungkin bagi lidah Jawa, seperti Lawa ikan, katanya sih dibuat dari ikan Seribu yang masih segar, kemudian ketika masih mentah ditumbuk halus dan dicampur dengan mangga muda, parutan kelapa, dan jeruk nipis.

Juga ada makanan bernama Sambal Dabu dabu, semacam sambal yang dibuat dari daun kemangi, tomat, cabai, dan kecap, namun semuanya tidak ditumbuk halus apalagi disangrai, cukup dipotong keci kecil dan dicampur begitu saja. Selain itu ada beberapa makanan lain yang tidak jauh berbeda dengan di jawa seperti Sop Tulang, sayur bayam, bakwan, dan beberapa jenis ikan yang digoreng. Karena Pare pare berada di pesisir Pantai, maka disini banyak tersedia ikan ikan segar, mantab!

Menjadi Musafir di Pulau Sulawesi

Menjadi Musafir di Pulau Sulawesi Bagian 1

Dalam rangka memenuhi kewajiban  sebagai abdi negara membuatku harus mendamparkan diri di salah satu pulau dengan bentuk paling unik di Dunia, sebuah pulau yang sangat besar, dan menyerupai huruf K. Ya pulau sangat indah ini bernama Sulawesi.

Aku tinggal di kota tempat lahir satu satu nya presiden Indonesia dari luar suku Jawa, sekaligus salah satu tokoh Indonesia paling keren yang pernah kukenal, BJ Habibie. Ya, kota itu bernama Parepare, sebuah kota kecil di pantai barat Sulawesi, kota yang cukup sederhana. Mereka bilang ini adalah kota terbesar kedua di propinsi paling maju di Indonesia Timur (yaitu Sulawesi Selatan), namun sangat sederhana. Disini tidak akan kita temukan Bioskop apalagi 21, disini tidak dapat kita temukan Mal, apalagi Carefour, disini juga tidak ada PTN apalagi UGM :D.

Meskipun demikian mereka menyebut Parepare sebagai kota terbesar kedua di Sulawesi Selatan, namun nampaknya memang demikian, dibandingkan kabupaten kabupaten lain di Sulawesi Selatan kondisi Parepare dapat dibilang "lebih mendingan". "Ternyata kondisi pembangunan di luar jawa sangat memprihatinkan, bila seperti ini Sulawesi Selatan, bagaimana dengan Maluku dan Papua?", demikian gumamku dalam hati.

Senyuman yang Menentramkan

Sebelumnya coba lihat fotoku dan teman teman disamping. Dapat kan dibedakan suasana yang nampak dari berbagai jenis senyuman tersebut. Ada senyuman yang begitu lepas, ada senyuman yang biasa biasa, ada senyuman karena akan difoto. Bagaimana senyuman kita sangat mempengaruhi bagaimana suasana yang kita munculkan, pun juga ketika kita pelit tersenyum.

Aku ingat, salah satu masa paling berat dalam hidupku adalah di hari hari awal hijrah pertamaku. Ya hijrah pertama, hijrah dari Kediri ke Yogyakarta sekitar 5 tahun yang lalu. Dari Helmy yang biasanya sangat tergantung orangtua dan dikelilingi banyak orang yang sangat dikenal dan sangat baik sehingga mau membantu dalam hal, menuju Yogkarta, hampir tidak ada orang yang dikenal di Yogjakarta waktu itu.

Namun demi mendapatkan pendidikan yang lebih baik, kuliah di UGM, tetap saja kulakukan hal itu. Dengan bermodal Bismillah aku memulai hari hari pertama ku di Jogja. Untung waktu itu aku mengenal sesosok orang yang begitu baik membantuku dalam begitu banyak hal. Seorang yang baru kukenal bahkan kulihat wajahnya ketika sampai di Jogja, namun bantuanya begitu luarbiasa selama aku di Jogja.

Hal lain yang sangat membantu ketika aku di Jogja adalah bapak bapak dan mas mas yang sholat berjamaah di masjid. Begitu jelas di ingatanku, saat itu setelah sholat masjid di Masjid Pogung Dalangan, aku sejenak memperlama dzikir ( berharap dapat menghilangkan kegalauan karena kesepian). Kemudian setelah itu ada seorang mas mas berjenggot panjang dan berjubah putih yang mendatangi ku (mungkin karena melihat ada muka baru dan dalam kondisi galau pula) kemudian mengucap salam, memberikan senyuman terbaiknya kemudian dengan lembut menanyakan namaku dan beberapa hal lainya.

Besar dan Kecil, Kita dan Orang Lain (bagian 1)


Logo Logo beberapa BUMN
Ternyata, banyak hal yang menurut kita itu besar tapi sesungguhnya kecil menurut orang lain. 
Ternyata ada banyak hal yang menurut kita kecil tapi besar menurut orang lain.
Ternyata memahami manusia lebih sulit dari pada memahami elektron.
(Dari update status FB ku beberapa bulan yang lalu)


" Aku lebih bangga jadi Pengangguran dari pada Jadi Pegawai BUMN"
Percaya atau tidak, saya benar benar pernah mendengar pernyataan seperti itu dari salah seorang temanku. Bila difikir fikir, parah juga pernyataan salah seorang temanku itu. Dia sekarang adalah pegawai di salah satu BUMN besar dengan gaji yang besar pula. Konon dalam setahun BUMN itu bisa memberi gaji kepada pegawainya sampai 30 kali. Mungkin jutaan orang Indonesia hanya bisa bermimpi untuk dapat menjadi kariawan di perusahaan itu. Tapi kok bisa temanku ini sebegitu tidak bersyukur, bahkan dia sampai mengeluarkan statemen seperti itu. Memang setahuku, dia sangat ingin melanjutkan kuliah S2 di luar negeri, tapi karena untuk kuliah S2 di Perguruan Tinggi bergengsi di luar negeri dengan beasiswa itu tidak mudah, sehingga lebih dari 6 bulan dia menganggur, sehingga orang tuanya memintanya untuk segera bekerja. Dan akhirnya dia meninggalkan perusahaan itu dengan denda puluhan juta rupiah hanya untuk sekedar menjadi mahasiswa (lagi) karena diterima S2 di salah satu Perguruan Tinggi di negeri Sakura.

Blog Teman

 Berikut adalah daftar blog atau website pribadi para teman teman, guru guru, dosen dosen, ustad ustad saya.
Berisi cerita cerita inspiratif, opini opini dari sudut pandang berbeda, pengalaman hidup yang luar biasa, dan berbagai tulisan lain yang insyaAllah bermanfaat.
Silahkan dikunjungi. :D

Adian Husaini 
Fathurrahman Kamal
Fikri Waskito
Ahmad Tukiran Maulana
Salim A. Fillah 
Sunu Wibirama
Eka Firmansyah 
Igi Ardiyanto
Astria Nur Irfansyah
Lukito Edi Nugroho
Suning Kusumawardani 
Fajar Budi Suryawan
Rifqi Ikhwanuddin
Jupri Supriyadi 
Praja Firdaus 
Dimas Agil 

Keinginan, Rasa Syukur, dan Kebahagiaan


foto dari republika.co.id


Kita tidak akan bahagia karena keinginan kita, namun kita bahagia karena rasa syukur kita (Aa Gym)

Dulu di kelas 6 SD, tentu kita dan tentunya orang tua kita sangan INGIN kita lulus Ujian Nasional, bahkan kalau bisa lulus dengan nilai yang memuaskan. Sehingga dengan nilai yang memuaskan itu dapat digunakan untuk mendaftar di SMP yang baik. Diterima sebagai siswa SMP yang terbaik di kota merupakan suatu kebanggaan dan kebahagiaan yang menjadi mimpi kita dan orang tua kita dahulu.

Namun ketika diterima di SMP yang baik, ternyata keinginan kita dan orang tua kita tidak cukup sampai disitu. Kita INGIN ketika di SMP tersebut kita dapat berprestasi, menorehkan sesuatu yang membangkakan keluarga, dan tentunya dapat lulus dengan nilai yang memuaskan (lagi) dan dapat diterima di SMA yang baik tentunya.

Ketika sudah diterima di SMA yang baik, ternyata hal tersebut masih berulang, kita dan orang tua kita INGIN agar kita diterima tidak hanya di universitas yang favorit, tapi juga jurusan yang “dianggap” memberikan masa depan yang baik untuk kita nanti. Sehingga tidak sedikit biaya, waktu luang dan berbagai pengorbanan lain yang dikeluarkan untuk mencapai hal tersebut. Mulai dari ikut pelajaran tambahan di berbagai LBB, membeli bertumpuk tumpuk buku contoh soal tahun tahun sebelumnya, bahkan rela mengorbankan waktu luang dan bersantai.

Ketika sudah diterima di PTN favorit, ternyata tantangan dan keinginan bukanya sudah selesai, namun justru ke-INGIN-an dan cita cita yang ingin dicapai menjadi semakin tinggi. Dulu di SMA tidak pernah berfikir tentang berbagai lomba dan organisasi yang dapat diikuti di Universitas, namun ketika kuliah tidak hanya ingin mengikuti berbagai lomba dan organisasi tersebut, tapi juga ingin menorehkan prestasi di berbagai lomba lomba dan organisasi yang ada di Universitas. Ketika SMA tidak terlalu difikirkan mau bekerja dimana setelah lulus dari PTN tersebut, namun ketika tahun akhir kuliah, justru sudah mulai pasang target kemana setelah lulus, dan bahkan apa yang sudah dapat diraih di sekian tahun kedepan. Tidak sedikit yang mencoba berwiraswasta dengan mimpi dan keinginan yang justru lebih tingginya dengan yang hanya berharap diterima di instansi tertentu paska lulus kuliah.

Relatifnya Standar

Logo Standar Nasional Indonesia
Bagi sebagian masyarakat yang sangat kekurangan, dapat mengetahui apa yang dapat dimakan di hari esok adalah sebuah hal yang tidak setiap hari mereka rasakan. Begitu berat beban kehidupan bagi mereka, sehingga dalam hal pendidikan, ketika dapat menyekolahkan anak hingga SMA saja sudah merupakan prestasi yang membanggakan.

Bagi sebagian masyarakat yang lain, ketika pendidikan tinggi merupakan keharusan. Bisa jadi ketika anaknya tidak dapat diterima di PTN top 5 saja sudah merupakan hal yang sangat memalukan baginya. Sehingga mereka rela mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk memberikan pelajaran tambahan kepada anaknya atau memilihkan sekolah yang terbaik sejak kecil untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anaknya.

Relatifnya standar

Bagi sebagian masyarakat, dapat memperoleh pekerjaan saja merupakan hal yang membanggakan. Tidak sedikit jumlah pengangguran bahkan pengangguran berpendidikan di negara ini. Begitu susahnya mencari pekerjaan bahkan bekerja 10 jam sehari hanya dengan gaji yang hanya cukup untuk membeli makan mau mereka kerjakan.

Bagi sebagian masyarakat yang lain, ketika masalah papan sandang dan pangan sudah bukan lagi hal yang membebani, apa yang difikirannya sudah bukan lagi apa yang dimakan di hari esok. Tapi menjadi mobil apa yang akan dibeli di hari esok. Punya Avanza merasa tidak puas, sehingga ganti Innova. Karena temannya ada yang membeli CR-V baru, dia ingin pula membeli yang baru. Ketika melihat Alphard di showroom maka mobil mahal itu terbeli juga.
Powered by Blogger.

Mutiara Hikmah

Yang Sedang Banyak Dibaca

Shout Box

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x

Sahabat Bloggerku

Komentar Komentar Terbaru

International opportunities

Eramuslim

Web hosting for webmasters