Cuman Harta, Tahta, dan Wanita

Bukan cuman di berita dan sinetron, dalam kehidupan ini rasanya topik pembicaraan gak jauh dari tiga hal tersebut.

Barusan ada teman yang curhat bagaimana menghadapi perempuan yang sedang mengabaikannya, sudah berbagai cara dia gunakan untuk mendapatkan kembali perhatian pujaan hatinya tersebut. Kemarin temanku yang lain curhat soal pacarnya yang ingin dinikahinya, walau sepertinya pacarnya itu mau untuk dinikahi namun belum nampak langkah serius untuk melangkah kesana. Beberapa pekan yang lalu, seorang kawan lama curhat ingin segera nikah namun belum ada calon, walau menurutku hanya dianya yang banyak mengabaikan perempuan di sekitarnya. Di saat yang hampir bersamaan kawan yang lain cerita kalau ingin segera nikah namun orang tua belum merestui, nampaknya karena orang tuanya ingin dia dapat hidup lebih mapan, padahal kawanku yang satu ini sudah bekerja dengan pendapatan bulanan yang lumayan. Belum lama ini salah satu teman baikku cerita bahwa dia sedang menyiapkan mental karena dalam waktu dekat akan menemui seorang wanita untuk kenalan serius (bahasa sholehnya taaruf coy), dan Alhamdulillah menurut kabar yang aku terima prosesnya lancar.

Diberi Tanggung Jawab Itu Berat.

Waktu SMA, walau sudah banyak hal yang mulai dilakukan dengan mandiri, namun masih bisa kapan saja minta bantuan ke orang tua. Kalau ada apa apa, orang tua masih bisa turun tangan bahkan bertanggungjawab atas diri kita. Makanya raport SMA masih diberikan ke orang tua murid.

Tidak seperti Kuliah, selama kuliah orang tua tidak diwajibkan, bahkan tidak ada undangan untuk mengambil transkrip semester mahasiswa. Karena mahasiswa sudah dianggap lebih dewasa dari siswa SMA. Mahasiswa sudah dianggap dapat bertanggungjawab atas studinya. Selain itu, seorang mahasiswa kost, dia juga mulai diberi bertanggung jawab atas kehidupannya. Walau tiap bulan orangtua masih mengirim uang, namun harus mulai bisa mengatur sendiri kehidupannya. Tidak tinggal dengan orang tua berarti bebas melakukan apa saja, diberi kepercayaan berarti diberi tanggung jawab, tangguang jawab atas kehidupan pribadinya. Kalau ada masalah, harus mulai bisa menyelesaikannya sendiri.

Ketika sang mahasiswa sudah lulus dan bekerja di suatu instansi setidaknya ada dua tanggungjawab baru yang diemban. Pertama tanggung jawab sebagai sarjana, kedua tanggung jawab atas job description di instansi tempatnya bekerja. Memegang gelar sarjana membuat masyarakat sekitar berharap kita dapat melakukan lebih dari yang belum bergelar sarjana, dan ini tidak mudah, cukup berat. Bertanggung jawab atas job description di instansi kita bekerja berarti kita dituntut profesional, sudah mendapat gaji berarti kita harus disiplin, mengerjakan tugas dengan baik, menaati peraturan, karena apa yang kita kerjakan tidak lagi hanya berimbas pada diri kita, namun juga masyarakat yang labih luas, minimal instansi kita dan stakeholder-nya, dan sekali lagi, hal ini berat.

Semakin Tua Semakin Misterius.


Saya kira sudah banyak orang yang mengamati kaitan antara kesuksesan seseorang yang kasat mata dan kemampuan intelegensinya. Ya memang, sudah banyak orang yang mengamini bahwa kecerdasan emosional itu lebih penting untuk kehidupan di dunia nyata dibanding kecerdasan intelegensia. Tapi, kali ini saya tidak ingin membahas bagaimana proporsi kedua kecerdasan tersebut berkontribusi dalam kesuksesan hidup seseorang.

Saya mengamati, setelah lulus SD, banyak di antara siswa-siswinya yang memang terlihat unggul secara akademis bisa lanjut sekolah di SMP favorit. Begitu juga ketika lulus SMP, banyak di antara siswa-siswinya yang memang terlihat unggul secara akademis bisa lanjut sekolah di SMA favorit. Tapi, di sini mulai terlihat anomali. Ada beberapa siswa/i yang terlihat biasa-biasa saja secara akademis bisa diterima di SMA favorit. Padahal teman-teman SMP-nya yang terlihat lebih encer malah tidak diterima di SMA tersebut. Kemudian, anomali ini makin menggejala ketika siswa-siswi SMA ini lulus dan kuliah di perguruan tinggi. Siswa/i yang terlihat tidak menonjol kemampuan akademisnya malah diterima kuliah di perguruan tinggi favorit. Jurusan favorit pula. Gejala anomali ini makin kronis ketika mahasiswa/i ini lulus dari perkuliahannya. Beberapa mahasiswa/i yang dulu ketika kuliah terlihat tidak terlalu rajin belajar atau kemampuan akademisnya tidak menonjol malah lebih cepat diterima kerja di perusahaan favorit. Beberapa mahasiswa/i yang dulu sering kali nongkrong di lab; nilai A sering kali menghiasi kartu hasil studinya tiap semester; malah masih harus pontang panting ke sana kemari untuk ikut tes perusahaan ini-itu;  ikut job fair sana-sini. Bahkan anomali ini bisa sampai stadium akhir ketika sudah bicara tentang pasangan. Sudah berapa kali kita mendengar "Wah, suaminya kok biasa aja ya? Gak imbang tuh. Jadi teringat Beauty and The Beast, wkwkwk" atau "Hmm... beruntung ya dia dapat suami yang ganteng, soleh pula. Padahal dia sih biasa-biasa aja."?

Keseimbangan dan Kegalauan dalam film Habibie Ainun

Coretan sederhana dari film/novel Habibie Ainun
Secara umum dunia ini diciptakan Allah dengan penuh keseimbangan. Namun manusia diberi kesempatan oleh Allah untuk membuatnya tidak seimbang, disinilah ujiannya. Ketika terjadi ketidakseimbangan maka yang muncul adalah gejolak. Contoh simple adalah akibat manusia membuang sampah yang tidak pada tempatnya, air yang awalnya penuh keseimbangan menjadi musibah. Air yang seimbang mendatangkan manfaat, namun karena keseimbangannya dirusak maka muculah gejolak, yang berupa banjir.
Dalam kehidupan manusia pun juga harus demikian, ketika manusia tidak seimbang dalam hidupnya maka yang datang adalah gejolak, yang popular sekarang dengan istilah “galau”. Contoh yang menarik adalah yang dapat kita lihat dalam kisah hidup Pak Habibie dan Bu Ainun dalam film/novel Habibie Ainun. Menurut saya pak Habibie adalah contoh sangat luarbiasa dalam hal keseimbangan.
Di masa mudanya, pak Habibie walau memiliki segudang prestasi di Jerman, namun merasa kehidupannya kurang seimbang. Walaupun berprestasi namun beliau merasa ada yang kurang dalam hidupnya yakni pendamping hidup. Dikisahkan, ketika pulang ke Indonesia beliau juga menyempatkan mencari pendamping hidup. Kemudian beliau melamar bu Ainun dan membawanya ke Jerman untuk memberikan keseimbangan dalam kehidupannya di Jerman.
Bu Ainun memiliki latar belakang sebagai dokter, namun di Jerman beliau tidak melaksanakan aktifitas sebagai dokter. Bu Ainun dan Pak Habibi, walaupun mereka sudah hidup berkecukupan, punya buah hati yang lucu lucu namun pada saat itu Bu Ainun masih muncul kegalauan. Ada yang kurang dalam hidupnya, yaitu berkarya dengan ilmu dan kompetensi yang dimilikinya, menjadi dokter. Sehingga, dengan harapan dapat membuat kehidupan yang lebih seimbang bu Ainun menjadi dokter di Jerman.

TDL Naik Lagi


Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) sudah diketok, DPR dan Pemerintah sudah sama sama sepakat dengan TDL yang baru. Telah disepakati tahun 2013 ini TDL naik 15 % dan dinaikkan secara bertahap per triwulan. Sebagai tukang listrik negara sebenarnya kenaikan  TDL ini tidak ngaruh dengan rutinitas saya. PLN sebagai perusahaan yang mengelola listrik di Indonesia tidak terlalu terasa efek dari kenaikan TDL ini. Kalaupun TDL tidak naik, kemudian selisih Biaya Pokok Penyediaan (BPP) dan TDL terlalu tinggi, toh akan ditutupi oleh subsidi. Subsidi listrik adalah konsekuensi dari TDL yang ditentukan oleh Pemerintah. Karena ini adalah amanat konstitusi, dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 disebutkan : bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Walau tidak disebutkan secara langsung, namun listrik dibangkitkan dari "bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya", sehingga Listrik harus dikuasai negara, diatur oleh negara.

Namun demikian, kadang saya merasa sakit hati ketika ada yang menyatakan listrik yang dijual PLN ini harganya mahal. PLN, dan rata rata perusahaan listrik di dunia ini menjual energi listrik per kWh atau kilo watt hour. 1 kwh itu energi yang cukup besar, karena 1 kWh itu cukup untuk menyalakan TV selama lebih dari 5 jam, bayangkan hiburan yang bisa didapatkan. 1 kWh itu juga cukup untuk menyalakan setrika selama lebih dari 3 jam, bayangkan berapa banyak baju yang bisa rapi karenanya. 1 kwh itu cukup untuk menyalakan lampu hemat energi untuk menerangi kamar, selama lebih dari 40 jam.
Powered by Blogger.

Mutiara Hikmah

Yang Sedang Banyak Dibaca

Shout Box

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x

Sahabat Bloggerku

Komentar Komentar Terbaru

International opportunities

Eramuslim

Web hosting for webmasters