MUI sempat meminta untuk film ini dikoreksi ulang, MUI menganggap ada beberapa aspek dalam film ini yang tidak sesuai bila menggunakan latar belakang islami. Nah hal ini yang membuat kami (aku dan adiku) kemarin tertarik untuk menonton film ini. Apa yang membuat MUI menganggap ada beberapa aspek dari film ini yang perlu dikoreksi.
Menurutku film ini tidak berusaha menonjolkan Islam, atau mendakwahkan Islam. Mungkin hanya menjadikan Islam sebagai latar dari film ini. Feminisme -- hal yang diteriakkan wanita berkalung sorban dari awal sampai akhir film.
Islam adalah agama yang turun atas wahyu dari Allah SWT yang disampaikan melalui Muhammad. Dan dirupakan berupa AlQuran yang berisi wahyu dan Hadits yang berisi contoh, perkataan dan sikap dari Rosulullah. Maka jika film ini menonjolkan sisi Islam, atau setidaknya feminisme yang islami maka setidaknya film ini harus menggunakan dalil AlQuran dan Hadits untuk menjelaskan konsep itu, bukan berdasar buku buku dari barat. Itulah islam
Memang Islam tidak melarang keta untuk mempelajari buku buku dari barat, tidak ada larangan untuk itu. Tapi ingat dasar Islam adalah AlQuran dan Hadits, maka ketika buku buku dari barat itu tidak bertentangan dengan keduanya, fine.
Tetapi ketika ternyata buku buku dari barat itu bertentangan dengan AlQuran dan Hadits, kemudian kita meyakininya, jelas..... itu salah. Apalagi bila hal itu disandarkan kepada Islam, itu salah kaprah
Kebebasan, itu salahsatu hal yang digaungkan dalam film ini. Memang Islam mengajarkan kebebasan, kebebasan berpendapat , kebebasan perEkspresi. memang, tapi ingat! ini Islam. semua konteks dianggap Islami bila sesuai dengan AlQuran dan hadits, bukan hati nurani. Hati nurani yang mudah terkena tipu daya syetan. bukan itu,, Maka setiap kebebasan itu harus disandarkan kepada AlQuran dan Hadits, tidak sembarangan.
Mungkin larangan Kyai yang melarang wanita untuk berkuda itu tidak tepat, dan memang kyai bukan rosul yang pasti benar setiap kata katanya. Tetapi tetap, membangkang perintah orang tua adalah salah. dan Tidak mengikuti sunnah adalah kesalahan besar.
Semua Perbuatan tergantung dari Niatnya. sebuah potongan hadits yang sempat digunakan tokoh utama dalam film ini sebagai dasar terhadap apa yang dia lakukan. Menempatkan potongan hadits ini dalam setiap kondisi adalah hal yang salah.
Sesungguhnya potongan hadits "Semua Perbuatan tergantung dari Niatnya" adalah potongan hadits tentang hijrah.
Hijrah adalah suatu hal yang baik dan sesuai dengan syariah dan diperintahkan oleh Allah. Maka hadits ini sesuai ditempatkan disana. Niat seorang dalam melaksanakan hijrah (atau hal lain yang sesuai dengan syariah) mempengaruhi amalanya(pahala). Tapi bila hal itu adalah hal yang salah, yang tidak sesuai dengan syariah (alQuran dan Hadits), biarpun niatnya baik ---- ya tetap salah.
misalnya :
seorang yang berzina walaupun niatnya baik (untuk menolong seseorang misalnya) ==> yang dilakukan ini tetaplah salah
seseorang yang melalaikan sholat walaupun niatnya untuk kebaikan (untuk belajar misalnya) ==> yang dilakukan ini tetaplah salah.
Satu hal lagi, sedikit koreksi tentang hukum rajam yang akan dilaksanakan di pondok pesantren kepada Anisa. Ada hal yang tidak tepat ketika pondok pesantren melaksanakan hukuman rajam. pertama, pondok pesantren bukanlah pemerintahan yang sah, sehingga tidak sah melaksanakan eksekusi hukuman sesuai dengan syariat Islam. Tidak seperti Daerah Istimewa Aceh, misalnya yang melaksanakan hukuman sesuai syariat Islam, - karena memang pemerintah propinsi Aceh memang menerapkan syariat itu.Dan mereka pemenrintah yang sah, jadi mereka layak melaksanakan eksekusi hukuman syariat Islam itu. Maka yang boleh melaksanakan eksekusi hukuman syariat islam tidak lain tidak bukan adalah pemerintah yang sah, tidak pula orang yang tidak pernah berbuat dosa - seperti yang disampaiakn di film tersebut.
Jadi tidak layak seorang kyai, apalagi suami melaksanakan hukuman rajam (atau hukuman syariat Islam yang lain... cambuk misalnya). Hal seperti ini yang akhir akhir ini sering ditampakkan di layar kaca, seorang ayah yang mencambuk anaknya, atau suami yang mencambuk Istrinya dengan alasan pelaksanaan syariat Islam. Itu salah kaprah.
Hukuman rajam juga hanya diberikan kepada seorang suami atau istri yang berzina. Nah zina di sini harus benar benar jelas (jelas apa yang mereka lakukan, benar benar bersetubuh atau hanya bercengkrama) dan dengan saksi yang jelas dan dengan jumlah yang cukup. Tidak bisa seenaknya melaksanakan rajam kepada seorang yang berduaan di tempat sepi (kholwat) yang tidak jelas apa yang mereka lakukan.
maaf bila banyak kekurangan, semoga bermanfaat
“Bagi yang ingin menonton film ini, berangkatlah dengan anggapan bahwa kita akan melihat suatu tontonan dan bukan tunutunan.”'
ReplyDeleteyo, aku gak seneng film kaya kene... sak penake dhewe
ReplyDeleteSudah banyak terlihat koreng didalam film perempuan berkalung sorban ini yang berusaha memasarkan produk sepilis yaitu feminisme dan liberalisme. Mereka semakin berani, disaat umat dianggap diam, musuh terbesar umat ini ialah kaum munafik yg bergabung dalam sepilis.
ReplyDelete@Ahmad Helmy
ReplyDeleteIni Gw setuju... Kalo orang indonesia berpikiran kyk gini pasti tentram
BPG : gong nonton ae sok tau koe, yoi
ReplyDeleteAbi : wah blognya keren mas
Pandu : Amin, semoga Allah SWT memberi petunjuk pada bangsa ini agar bisa jadi lebih baik
ambil positifnya..ucapan seorang muslim itu damai..
ReplyDeleteAmbil positifnya dari apa kang ? kalau jelas jelas memberikan info yang kurang sesuai ya harus diluruskan dong.
ReplyDelete