Menjadi Musafir di Pulau Sulawesi Bagian 2
Suatu ketika kami sekontrakan memberikan sebungkus kue yang dibeli di pinggir jalan kepada tetangga sebelah kontrakan yang kebetulan adalah rekan kerja di kantor tempat kami sekontrakan mengais rupiah. Beberapa hari kemudian kami dibalas dengan undangan makan makan besar yang benar benar besar. Kami jadi merasakan beberapa makanan khas Bugis yang cukup aneh mungkin bagi lidah Jawa, seperti Lawa ikan, katanya sih dibuat dari ikan Seribu yang masih segar, kemudian ketika masih mentah ditumbuk halus dan dicampur dengan mangga muda, parutan kelapa, dan jeruk nipis.
Juga ada makanan bernama Sambal Dabu dabu, semacam sambal yang dibuat dari daun kemangi, tomat, cabai, dan kecap, namun semuanya tidak ditumbuk halus apalagi disangrai, cukup dipotong keci kecil dan dicampur begitu saja. Selain itu ada beberapa makanan lain yang tidak jauh berbeda dengan di jawa seperti Sop Tulang, sayur bayam, bakwan, dan beberapa jenis ikan yang digoreng. Karena Pare pare berada di pesisir Pantai, maka disini banyak tersedia ikan ikan segar, mantab!
Menjadi Musafir di Pulau Sulawesi
Menjadi Musafir di Pulau Sulawesi Bagian 1
Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagai abdi negara membuatku harus mendamparkan diri di salah satu pulau dengan bentuk paling unik di Dunia, sebuah pulau yang sangat besar, dan menyerupai huruf K. Ya pulau sangat indah ini bernama Sulawesi.
Aku tinggal di kota tempat lahir satu satu nya presiden Indonesia dari luar suku Jawa, sekaligus salah satu tokoh Indonesia paling keren yang pernah kukenal, BJ Habibie. Ya, kota itu bernama Parepare, sebuah kota kecil di pantai barat Sulawesi, kota yang cukup sederhana. Mereka bilang ini adalah kota terbesar kedua di propinsi paling maju di Indonesia Timur (yaitu Sulawesi Selatan), namun sangat sederhana. Disini tidak akan kita temukan Bioskop apalagi 21, disini tidak dapat kita temukan Mal, apalagi Carefour, disini juga tidak ada PTN apalagi UGM :D.
Meskipun demikian mereka menyebut Parepare sebagai kota terbesar kedua di Sulawesi Selatan, namun nampaknya memang demikian, dibandingkan kabupaten kabupaten lain di Sulawesi Selatan kondisi Parepare dapat dibilang "lebih mendingan". "Ternyata kondisi pembangunan di luar jawa sangat memprihatinkan, bila seperti ini Sulawesi Selatan, bagaimana dengan Maluku dan Papua?", demikian gumamku dalam hati.
Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagai abdi negara membuatku harus mendamparkan diri di salah satu pulau dengan bentuk paling unik di Dunia, sebuah pulau yang sangat besar, dan menyerupai huruf K. Ya pulau sangat indah ini bernama Sulawesi.
Aku tinggal di kota tempat lahir satu satu nya presiden Indonesia dari luar suku Jawa, sekaligus salah satu tokoh Indonesia paling keren yang pernah kukenal, BJ Habibie. Ya, kota itu bernama Parepare, sebuah kota kecil di pantai barat Sulawesi, kota yang cukup sederhana. Mereka bilang ini adalah kota terbesar kedua di propinsi paling maju di Indonesia Timur (yaitu Sulawesi Selatan), namun sangat sederhana. Disini tidak akan kita temukan Bioskop apalagi 21, disini tidak dapat kita temukan Mal, apalagi Carefour, disini juga tidak ada PTN apalagi UGM :D.
Meskipun demikian mereka menyebut Parepare sebagai kota terbesar kedua di Sulawesi Selatan, namun nampaknya memang demikian, dibandingkan kabupaten kabupaten lain di Sulawesi Selatan kondisi Parepare dapat dibilang "lebih mendingan". "Ternyata kondisi pembangunan di luar jawa sangat memprihatinkan, bila seperti ini Sulawesi Selatan, bagaimana dengan Maluku dan Papua?", demikian gumamku dalam hati.
Senyuman yang Menentramkan
Sebelumnya coba lihat fotoku dan teman teman disamping. Dapat kan dibedakan suasana yang nampak dari berbagai jenis senyuman tersebut. Ada senyuman yang begitu lepas, ada senyuman yang biasa biasa, ada senyuman karena akan difoto. Bagaimana senyuman kita sangat mempengaruhi bagaimana suasana yang kita munculkan, pun juga ketika kita pelit tersenyum.
Aku ingat, salah satu masa paling berat dalam hidupku adalah di hari hari awal hijrah pertamaku. Ya hijrah pertama, hijrah dari Kediri ke Yogyakarta sekitar 5 tahun yang lalu. Dari Helmy yang biasanya sangat tergantung orangtua dan dikelilingi banyak orang yang sangat dikenal dan sangat baik sehingga mau membantu dalam hal, menuju Yogkarta, hampir tidak ada orang yang dikenal di Yogjakarta waktu itu.
Namun demi mendapatkan pendidikan yang lebih baik, kuliah di UGM, tetap saja kulakukan hal itu. Dengan bermodal Bismillah aku memulai hari hari pertama ku di Jogja. Untung waktu itu aku mengenal sesosok orang yang begitu baik membantuku dalam begitu banyak hal. Seorang yang baru kukenal bahkan kulihat wajahnya ketika sampai di Jogja, namun bantuanya begitu luarbiasa selama aku di Jogja.
Hal lain yang sangat membantu ketika aku di Jogja adalah bapak bapak dan mas mas yang sholat berjamaah di masjid. Begitu jelas di ingatanku, saat itu setelah sholat masjid di Masjid Pogung Dalangan, aku sejenak memperlama dzikir ( berharap dapat menghilangkan kegalauan karena kesepian). Kemudian setelah itu ada seorang mas mas berjenggot panjang dan berjubah putih yang mendatangi ku (mungkin karena melihat ada muka baru dan dalam kondisi galau pula) kemudian mengucap salam, memberikan senyuman terbaiknya kemudian dengan lembut menanyakan namaku dan beberapa hal lainya.
Aku ingat, salah satu masa paling berat dalam hidupku adalah di hari hari awal hijrah pertamaku. Ya hijrah pertama, hijrah dari Kediri ke Yogyakarta sekitar 5 tahun yang lalu. Dari Helmy yang biasanya sangat tergantung orangtua dan dikelilingi banyak orang yang sangat dikenal dan sangat baik sehingga mau membantu dalam hal, menuju Yogkarta, hampir tidak ada orang yang dikenal di Yogjakarta waktu itu.
Namun demi mendapatkan pendidikan yang lebih baik, kuliah di UGM, tetap saja kulakukan hal itu. Dengan bermodal Bismillah aku memulai hari hari pertama ku di Jogja. Untung waktu itu aku mengenal sesosok orang yang begitu baik membantuku dalam begitu banyak hal. Seorang yang baru kukenal bahkan kulihat wajahnya ketika sampai di Jogja, namun bantuanya begitu luarbiasa selama aku di Jogja.
Hal lain yang sangat membantu ketika aku di Jogja adalah bapak bapak dan mas mas yang sholat berjamaah di masjid. Begitu jelas di ingatanku, saat itu setelah sholat masjid di Masjid Pogung Dalangan, aku sejenak memperlama dzikir ( berharap dapat menghilangkan kegalauan karena kesepian). Kemudian setelah itu ada seorang mas mas berjenggot panjang dan berjubah putih yang mendatangi ku (mungkin karena melihat ada muka baru dan dalam kondisi galau pula) kemudian mengucap salam, memberikan senyuman terbaiknya kemudian dengan lembut menanyakan namaku dan beberapa hal lainya.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Powered by Blogger.
Mutiara Hikmah
Yang Sedang Banyak Dibaca
-
(Sebuah analisis bahasa tanpa literatur yang jelas dan sangat subjektif) Artinya sama kan? iya, emang semua kata tersebut bermanka sama, k...
-
Curhat tukang listrik bagian 2 " Sedikit menjelaskan tentang biaya pasang baru listrik " Di suatu siang di salah satu k...
-
foto dari republika.co.id Kita tidak akan bahagia karena keinginan kita, namun kita bahagia karena rasa syukur kita (Aa Gym) Dulu di...
-
I have tried so many time to write (Articles, blog, page, letter etc) in English (avenged of course writing in Indonesian is far more). But ...
-
Menjadi Musafir di Pulau Sulawesi Bagian 1 Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagai abdi negara membuatku harus mendamparkan diri di salah...